Tradisi Unik Pemakaman Desa Trunyan Kawasan Kintamani, Bali
Secara Geografis Desa Trunyan Terletak
di kawasan Kintamani, Kabupaten Bangli, Bali. Trunyan merupakan desa terpencil
di tepi Danau Batur, sehingga bagi para pelancong yang ingin memasuki Desa
Trunyan mesti menyebrang menggunakan Perahu melewati Danau Batur
Desa Trunyan yang merupakan salah
satu wilayah dihuni oleh Suku Bali Aga atau
Bali Mula yang masih teguh memegang kepercayaan leluhurnya. Bali Aga atau Bali
Mula merupakan suku bangsa yang pertama mendiami Pulau Bali. Hingga kini suku
Bali Aga dan segala keunikannya masih dapat ditemui salah satunya di Desa
Trunyan.
Dalam keseharian masyarakat Bali pada umumnya beragama “Hindu”,
bila ada kerabat yang meninggal maka biasanya dilakukan kremasi atau mengubur
jenazah tersebut sesuai dengan diajarkan oleh agama Hindu.
Di Desa Trunyan, jenazah tidak dikubur atau dikremasi seperti yang
umumnya terjadi di wilayah lainnya, masyarakat Desa Trunyan menyimpan jenazah
kerabatnya yang telah meninggal di atas tanah, dengan ditutupi kain dan bambu
yang disusun membentuk prisma. Masyarakat desa Trunyan menamakan upacara
pemakamannya dengan istilah Mepasah.
Seperti yang telah disinggung di atas, bahwa dalam mepasah,
setelah upacara pembersihan dengan cara dimandikan dengan air hujan, jenazah
hanya digeletakan di permukaan tanah. Tempat pembaringan jenazah diberi lobang
sekitar 10 hingga 20 cm agar posisi jenazah tidak bergeser akibat kontur tanah
pemakaman yang tidak rata.
Kemudian selain bagian wajah, bagian tubuh jenazah dibalut kain
berwarna putih. Sebagai penanda, jenazah ditutup dengan bambu yang disusun
membentuk prisma yang disebut ancak saji. Yang unik adalah
meski pun jenazah diletakan di permukaan tanah, mayat tersebut tidak tercium
baunya.
Jenazah tersebut diletakan di antara pohon Taru Menyan,
taru berarti pohon danmenyan berarti harum. Kiranya, aroma
yang keluar dari pohon taru menyan inilah yang dapat menetralisir udara di
sekitarnya.
Pohon yang mengeluarkan aroma khas yang kuat tersebut hanya dapat
tumbuh di daerah ini, meskipun telah dicoba ditanam di daerah lain. Keunikan
pohon ini agaknya telah menjadi cikal bakal nama desa Trunyan.
Di bawah satu pohon taru menyan, hanya dapat diletakakan maksimal
sebelas jenazah. Hal tersebut sudah diatur oleh kepercaan adat setempat. Tetapi
ada yang mengatakan bahwa satu pohon taru menyan hanya bisa menetralisir
sebelas jenazah, jadi jika lebih dari itu maka jenazah tersebut akan
mengeluarkan bau.
Bila ada jenazah yang baru, maka maka satu jenazah yang paling
lama akan dipindahkan, ke tempat terbuka, tidak ditutupi dengan kurung ancak
saji lagi melainkan disatukan dengan dengan jenazah lainnya dalam
tatanan batu atau di bawah pohon.
Maka tidak heran jika di tempat tersebut, terdapat tulang belulang
dan barang-barang bekal sesaji seperti sandal, sendok, piring, pakaian, dan
lain-lain berserakan di area pemakaman. Hal tersebut memang disengaja karena
tidak boleh ada barang yang yang dibawa keluar dari area pemakaman ini.
Tetapi tidak semua jenazah dapat diperlakukan sama seperti yang
telah disebutkan. Hanya pada kondisi tertentu saja jenazah dapat dimakamkan
seperti ini. Syarat jenazah yang dapat dimakamkan dengan cara tersebut adalah
mereka yang pada waktu meninggal termasuk orang-orang yang telah berumah
tangga, orang-orang yang masih bujangan dan anak kecil yang gigi susunya telah
tanggal, orang-orang yang meninggal dalam keadaan wajar dan tidak terdapat luka
yang belum sembuh, serta memiliki bagian tubuh yang lengkap. Jika tidak
memenuhi syarat tersebut, maka jenazah disemayamkan dengan cara dikubur.
Adat Desa Trunyan telah mengatur tata cara pemakaman untuk
masyarakatnya. Terdapat tiga jenis sema (makam) yang berada di
Desa Trunyan dan telah dibedakan berdasar umur orang yang meninggal, keutuhan
bagian-bagian tubuh, dan cara penguburannya.
Area pemakaman pertama disebut sebagai sema wayah, tempat
pemakaman yang dianggap paling baik dan paling suci, yaitu ketika jenazah dapat
dimakamkan dengan cara mepasah. Jenis pemakaman kedua adalah sema muda, di
tempat ini jenazah dikebumikan dengan cara dikubur, diperuntukkan bagi
anak-anak atau bayi yang gigi susunya belum tanggal.
Jenis ketiga adalah sema bantas, sama halnya
dengan sema muda jenazah dikebumikan dengan cara dikubur, namun diperuntukkan
bagi orang-orang yang Ulah Patidan Salah Pati, yaitu
pada saat meninggal masih meninggalkan luka dan penyebab kematiannya tidak
wajar seperti kecelakaan, kehilangan nyawa disebabkan oleh tindakan
owang lain, kehilangan nyawa karena sengaja, dan ada bagian tubuh yang
tidak utuh.
EmoticonEmoticon