Kanjeng Ratu Kidul adalah
tokoh legenda yang
sangat populer di kalangan masyarakat Pulau Jawa dan Bali. Sosok ini secara umum sering disamakan dengan Nyi Roro Kidul, meskipun sebenarnya dia berdua sangatlah
berbeda. Kanjeng Ratu Kidul adalah Roh Suci yang mempunyai sifat mulia dan baik
hati, dia berasal dari tingkat langit yang tinggi, pernah turun di berbagai
tempat di dunia dengan jati diri tokoh-tokoh suci setempat pada zaman yang
berbeda-beda pula. Pada umumnya dia menampakkan diri hanya untuk memberi
isyarat / peringatan akan datangnya suatu kejadian penting. Dalam
mitologi Jawa, Kanjeng Ratu Kidul merupakan ciptaan dari Dewa Kaping Telu.
Ia mengisi alam kehidupan sebagai Dewi Padi (Dewi Sri) dan dewi-dewi alam yang lain. Sedangkan Nyi Rara Kidul awalnya
merupakan putri Kerajaan Sunda yang
diusir ayahnya karena ulah ibu tirinya. Cerita-cerita yang terkait antara
"Ratu Kidul" dengan "Rara Kidul" bisa dikatakan berbeda
fase tahapan kehidupan menurut mitologi Jawa.
Kanjeng Ratu Kidul memiliki kuasa atas ombak
keras samudra Hindia dari
istananya yang terletak di jantung samudra. Menurut kepercayaan Jawa, ia
merupakan pasangan spiritual para sultan dari Mataram dan Yogyakarta, dimulai dari Panembahan Senapati hingga sekarang. Ia juga menjadi istri
spiritual Susuhunan Surakarta. Kedudukannya berhubungan dengan Merapi-Keraton-Laut Selatan yang
berpusat di Kesultanan Solo dan Yogyakarta. Pengamat sejarah kebanyakan
beranggapan, keyakinan akan Kanjeng Ratu Kidul memang dibuat untuk melegitimasi
kekuasaan dinasti Mataram.
Nama dan wujud
Keraton Surakarta menyebutnya
sebagai Kanjeng Ratu Ayu Kencono Sari. Ia dipercaya mampu untuk
berubah wujud beberapa kali dalam sehari. Sultan Hamengkubuwono IX menggambarkan
pengalaman pertemuan spiritualnya dengan sang Ratu; ia dapat berubah wujud dan
penampilan, sebagai seorang wanita muda biasanya pada saat bulan purnama, dan
sebagai wanita tua di waktu yang lain. Babad Dipanegara menceritakan
kedatangan Ratu Kidul selalui didahului pancaran sebesar sinar
Asal-usul
Legenda mengenai penguasa mistik laut selatan
ini tidak diketahui dengan pasti sejak kapan dimulai. Namun, legenda ini
mencapai puncak tertinggi karena pengaruh kalangan penguasa keraton dinasti Mataram Islam (Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta).
Dalam kepercayaan tersebut, Kanjeng Ratu Kidul merupakan "istri
spiritual" bagi raja-raja kedua keraton tersebut. Pada saat tertentu,
keraton memberikan persembahan di Pantai
Parangkusuma, Bantul, dan di Pantai
Paranggupita, Wonogiri. Panggung Sanggabuwana di
komplek kraton Surakarta dipercaya merupakan tempat bercengkerama antara Sunan
(raja) dengan Kanjeng Ratu. Konon, Sang Ratu tampil sebagai perempuan muda dan
cantik pada saat bulan muda hingga purnama, terapi berangsur-angsur menua pada
saat bulan menuju bulan mati
Kanjeng
Ratu Kidul dan Nyi Roro Kidul
Dalam keyakinan orang Jawa, Kanjeng Ratu Kidul memiliki pembantu
setia bernama Nyai atau Nyi Rara Kidul. Nyi Rara Kidul menyukai warna hijau dan
dipercaya suka mengambil orang-orang yang mengenakan pakaian hijau yang berada
di pantai wilayahnya untuk dijadikan pelayan atau pasukannya. Karena itu,
pengunjung pantai wisata di selatan Pulau Jawa, baik di Pelabuhan Ratu,
Pangandaran, Cilacap, pantai-pantai di selatan Yogyakarta, hingga Semenanjung
Purwa di ujung timur, selalu diingatkan untuk tidak mengenakan pakaian berwarna
hijau.
Di kalangan masyarakat Sunda berkembang
anggapan bahwa Ratu Kidul merupakan titisan dari seorang putri Pajajaran yang bunuh diri di laut selatan karena diusir oleh
keluarganya karena ia menderita penyakit yang membuat anggota keluarga lainnya
malu. Dalam kepercayaan Jawa, tokoh ini dianggap bukanlah Ratu Laut Selatan
yang sesungguhnya, melainkan diidentikkan dengan Nyi Rara Kidul, pembantu setia Kanjeng Ratu Kidul. Hal ini
berdasarkan kepercayaan bahwa Ratu Kidul berusia jauh lebih tua dan menguasai
Laut Selatan jauh lebih lama sebelum sejarah Kerajaan Pajajaran
Menurut pengalaman seorang spiritualis pada
tahun 1998, ia bertemu dengan Kanjeng Ratu Kidul di pantai Parang Tritis, Yogyakarta. Saat itu, Eyang Ratu Kidul didampingi oleh Nyi Roro Kidul. Keduanya persis tetapi Eyang Ratu Kidul
kulitnya kuning langsat, sementara Nyi Roro Kidul agak coklat. Selain itu,
Eyang ratu Kidul mempunyai aura putih jernih dan gemerlapan seperti berlian,
bulat mengelilingi seluruh tubuhnya. Sedangkan aura Nyi Roro Kidul berwarna
putih susu seperti cahaya lampu neon, tipis putih mengikuti postur tubuhnya. Ia
diberi penjelasan bahwa Nyi Roro Kidul adalah patih atau kepala pengawalnya. Nyi
Roro Kidul adalah makhluk halus jenis jin yang mengabdi dan berguru kepada
Eyang ratu. Nyi Roro Kidul ditugaskan untuk mengontrol dan meredam angkara
murka dari makhluk-makhluk gaib jenis jin dan kekuatan gaib serta ilmu gaib
yang berada disepanjang pantai selatan Pulau Jawa.
Ni
Mas Ratu Anginangin
Dalam Serat Darmogandul, sebuah
karya sastra Jawa Baru yang
menceritakan jatuhnya Majapahit akibat serbuan Kerajaan Demak, Ni Mas Ratu Anginangin adalah ratu seluruh
makhluk halus di pulau Jawa dan memiliki kerajaan di
laut selatan. Hampir seluruh isi Serat Darmagandul merupakan bentuk turunan
dari cerita babad Kadhiri.
“
|
Samuksane
Sang Prabu Jayabaya lan putrane putri kang aran Ni Mas Ratu Pagêdhongan, Buta
Locaya lan kiyai Tunggulwulung uga padha muksa; Ni Mas Ratu Pagêdhongan dadi
ratuning dhêmit nusa Jawa, kuthane ana sagara kidul sarta jêjuluk Ni Mas Ratu
Anginangin. Sakabehe lêlêmbut kang ana ing lautan dharatan sarta kanan
keringe tanah Jawa, kabeh padha sumiwi marang Ni Mas Ratu Anginangin.
|
”
|
“
|
Saat
moksanya Sang Prabu Jayabaya dan putrinya yang bernama Ni Mas Ratu
Pagedhongan, Buta Locaya dan Kyai Tunggul Wulung juga
sama-sama moksa. Ni Mas Ratu Pagedhongan menjadi ratu makhluk halus
pulau Jawa, kotanya berada di laut selatan serta dijuluki Ni Mas Ratu
Anginangin. Seluruh makhluk halus yang ada di lautan daratan serta
kanan-kirinya tanah Jawa, semua sama-sama takluk kepada Ni Mas Ratu
Anginangin.
|
”
|
Serat Centhini juga menyebut nama Ratu Anginangin sebagai
pemilik istana di laut selatan. Buaya putih penjelmaan Prabu Dewatacengkar,
raja Medang Kamulan sebelum
kedatangan Aji Saka, adalah musuhnya. Ia memberi
gelar Jaka Linglung yang saat itu masih
belum memiliki nama sebagai Linglung Tunggulwulung dan menjodohkannya dengan Nyai Blorong. Serat Centhini menulis kesediaan Ratu Anginangin
menjadi tunangan Aji Saka atas perantaraan Jaka Linglung.
Ajar
Cemara Tunggal
Sebuah cerita rakyat dari Jawa Barat
menceritakan seorang penerawang pria bernama Ajar Cemara Tunggal dari Gunung
Kombang di Kerajaan Pajajaran.
Sebenarnya, ia adalah seorang wanita cantik, bibi buyut dari Raden Jaka Suruh.
Ia mengubah dirinya menjadi dukun dan memberitahu Raden Jaka Suruh untuk menuju
timur pulau Jawa dan mendirikan kerajaan di lokasi sebuah pohon
maja yang hanya memiliki buah satu butir. Karena buah maja rasanya pahit,
kerajaan yang didirikannya bernama Majapahit. Cemara Tunggal berjanji akan menikahi pendiri
Majapahit dan setiap penerus dari garis keturunan yang sulung untuk membantu
mereka dalam setiap permasalahan. Roh Cemara Tunggal dianggap menjadi
"ratu-lelembut dari selatan" yang menguasai seluruh lelembut.
Legenda
Kesultanan Mataram
Legenda Jawa dari abad ke-16 menyatakan
Kanjeng Ratu Kidul sebagai pelindung dan pasangan spiritual para raja Kerajaan
Mataram. Panembahan
Senapati (1586-1601 M), pendiri Kesultanan
Mataram, dan cucunya Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1645 M) menyebut
Kanjeng Ratu Kidul sebagai mempelai mereka. Hal tersebut tertuang dalam Babad Tanah Jawi]
Menurut legenda, pangeran Panembahan Senopati
berkeinginan untuk mendirikan sebuah kerajaan yang baru, yaitu Kesultanan
Mataram, untuk melawan kekuasaan Kesultanan Pajang. Ia
melakukan tapa di pantai Parang Kusumo yang terletak di selatan kediamannya di Kota Gede. Meditasinya
menyebabkan terjadinya fenomena supernatural yang mengganggu kerajaan di Laut Selatan.
Sang Ratu datang ke pantai untuk melihat siapa yang menyebabkan gangguan di
kerajaannya. Saat melihat pangeran yang tampan, ia jatuh cinta dan meminta
Panembahan Senopati untuk menghentikan tapanya. Sebagai gantinya, sang Ratu
penguasa alam spiritual di laut selatan setuju untuk membantunya dalam
mendirikan kerajaan yang baru. Untuk menjadi pelindung spiritual kerajaan
tersebut, sang Ratu dilamar oleh Panembahan Senopati untuk menjadi pasangan
spiritualnya serta semua penggantinya nanti, yaitu para raja Mataram.
Babad
Dipanegara
Babad Dipanegara mengisahkan pertemuan
antara Ratu Kidul dengan Pangeran
Diponegoro sebanyak dua kali, yaitu pada tahun 1805 dan pertengahan Juli 1826. Pertemuan pertama terjadi di Gua Langse, Pantai Parangtritis di selatan Yogyakarta, pada saat Pangeran Diponegoro tengah bersamadi
sehingga Ratu Kidul tidak berkeingnan untuk mengganggu. Pertemuan kedua
berlangsung pada saat terjadinya Perang Diponegoro (1825-1830).
Pada pertemuan kedua, Ratu Kidul yang ditemani dua patihnya -yaitu Nyi Roro Kidul dan
Raden Dewi- menawarkan bantuan dalam perang tetapi dengan syarat Pangeran
Diponegoro bersedia memohon kepada Allah Ingkang Rabulngalimin agar Ratu
Kidul diperkenankan kembali menjadi manusia. Namun, Pangeran Diponegoro menolak
dengan halus dengan alasan bahwa pertolongan hanya datang dari Hyang
Agung sehingga ia tidak akan bersekutu dengan makluk gaib. Hal ini
sesuai dengan tujuan utamanya untuk berperang, yaitu untuk memajukan agama Islam di seluruh
Jawa.[5]
Ritual dan kepercayaan
Naskah tertua yang menyebut-nyebut tentang
tokoh mistik ini adalah Babad Tanah Jawi. Panembahan
Senopati adalah orang pertama yang disebut sebagai Raja yang
menyunting Sang Ratu Kidul. Dari kepercayaan ini diciptakan Tari Bedaya Ketawang dari kraton
Kasunanan Surakarta (pada masa Sunan Pakubuwana I), yang digelar setiap tahun,
yang dipercaya sebagai persembahan kepada Kanjeng Ratu Kidul. Sunan duduk di
samping kursi kosong yang disediakan bagi Sang Ratu Kidul.
Pelabuhan
Ratu dan kota-kota pesisir lainnya
Pelabuhan Ratu adalah
sebuah kota nelayan di Jawa Barat.
Masyarakat setempat menyelenggarakan hari suci khusus untuk Kanjeng Ratu Kidul
setiap tanggal 6 April. Hari tersebut merupakan hari peringatan bagi penduduk
lokal dan mereka memberikan banyak persembahan untuk menyenangkan sang Ratu.
Para nelayan lokal juga menyelenggarakan ritual sedekah laut setiap
tahunnya, memberikan persembahan seperti nasi, sayuran, dan berbagai produk
pertanian, hingga ayam, tenunan batik, dan kosmetik. Persembahan tersebut
dilarungkan ke laut sebagai persembahan untuk Ratu. Para nelayan lokal percaya
persembahan mereka akan menyenangkan Ratu Laut Selatan sehingga
ia akan memberkahi mereka dengan hasil tangkapan yang berlimpah serta
memberikan cuaca yang bagus, tidak terlalu banyak badai serta ombak.
Di sekitar lokasi Pantai
Palabuhanratu, tepatnya di Karang Hawu, terdapat petilasan
(persinggahan) Ratu
Pantai Selatan yang dapat dikunjungi untuk melakukan ritual
tertentu ataupun hanya sekadar melihat-lihat. Di komplek keramat ini terdapat
sekurangnya dua ruangan besar yang didalamnya terdapat beberapa makam yang
dipercaya penduduk sebagai makam Eyang Sanca Manggala, Eyang Jalah Mata Makuta,
dan Eyang Syeh Husni Ali. Di beberapa ruangan juga terpampang gambar penguasa
Laut Selatan.
Kanjeng Ratu Kidul juga diasosiasikan dengan Parangtritis, Parangkusumo, Pangandaran, Karang Bolong, Ngliyep, Puger, Banyuwangi,
dan berbagai tempat di sepanjang pantai selatan Jawa seperti Tulungagung.
Pantai Parangkusumo dan Parangtritis di
Yogyakarta sangat berhubungan dengan legenda Kanjeng Ratu Kidul. Parangkusumo
merupakan tempat Panembahan Senapati bertemu Kanjeng Ratu Kidul. Saat Sri
Sultan Hamengkubuwono
IX meninggal tanggal 3 Oktober 1988, majalah Tempo menulis
bahwa para pelayan keraton melihat penampakan Kanjeng Ratu Kidul untuk
menyampaikan penghormatan terakhirnya kepada sri sultan.
Sedekah
laut
Masyarakat nelayan pantai selatan Jawa setiap
tahun melakukan sedekah laut sebagai persembahan kepada sang Ratu agar menjaga
keselamatan para nelayan dan membantu perbaikan penghasilan. Upacara ini
dilakukan nelayan di pantai Pelabuhan Ratu, Ujung Genteng, Pangandaran, Cilacap, Sakawayana dan sebagainya. Sebagian besar
para wisatawan yang berkunjung baik itu lokal maupun manca negara datang ke
Pelabuhan Ratu karena keindahan panoramanya sekaligus tradisi ritual ini.
Disaat-saat tertentu banyak acara ritual yang sering digelar penduduk setempat
sebagai rasa terima kasih mereka terhadap sang penguasa laut selatan.
Ruang
khusus di hotel
Pemilik hotel yang berada di pantai selatan
Jawa dan Bali menyediakan ruang khusus bagi Sang Ratu. Yang terkenal adalah
Kamar 327 dan 2401 di Hotel Grand Bali Beach. Kamar 327 adalah
satu-satunya kamar yang tidak terbakar pada peristiwa kebakaran besar Januari
1993. Setelah pemugaran, Kamar 327 dan 2401 selalu dirawat, diberi hiasan
ruangan dengan warna hijau, diberi suguhan (sesaji) setiap hari, tidak untuk
dihuni dan khusus dipersembahkan bagi Ratu Kidul. Hal yang sama juga dilakukan
di Hotel
Samudra Beach di Pelabuhan
Ratu. Kamar 308 disiapkan khusus bagi Ratu Kidul. Di Yogyakarta,
Hotel Queen of The South di dekat Parangtritis mereservasi
Kamar 33 bagi Sang Kanjeng Ratu.
Hotel Samudra Beach Hotel, Pelabuhan Ratu, Jawa Barat,
menyediakan kamar 308 yang dicat berwarna hijau untuk Kanjeng Ratu Kidul. Setidaknya
pada awal tahun 1966, presiden
pertama Indonesia, Sukarno,
terlibat dalam penentuan lokasi serta ide Hotel Samudra Beach Hotel. Di depan
kamar 308 terdapat pohon Ketapang tempat Sukarno memperoleh
inspirasi spiritualnya. Di dalam
kamar tersebut juga dipasang lukisan terkenal "Nyai Rara Kidul" oleh Basuki Abdullah.
Kepercayaan
Kejawen]
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa,
sosok Ratu Kidul merupakan sosok agung yang dimuliakan dan dihormati.
Masyarakat Jawa mengenal istilah "telu-teluning atunggal" ("tiga
sosok yang menjadi satu kekuatan"), yaitu Eyang Resi Projopati, Panembahan
Senopati, dan Ratu Kidul. Panembahan Senopati merupakan pendiri kerajaan
Mataram Islam yang bertemu dengan Ratu Kidul ketika bertiwikrama
sesuai arahan Sunan
Kalijaga untuk memperoleh wangsit. Saat itu, ia bermaksud
membangun sebuah keraton pada sebuah tempat yang sebelumnya sebuah hutan
bernama "alas mentaok" (kini Kotagede di Daerah Istimewa Yogyakarta). Saat ia bertapa, semua alam menjadi
kacau, ombak besar, hujan badai, gempa, dan gunung meletus. Ratu Kidul setuju
membantu dan melindungi Kerajaan Mataram, bahkan dipercaya menjadi "istri
spiritual" bagi Raja-raja trah Mataram Islam.
Agama
Konghucu
Penghormatan serta pemuliaan kepada Kanjeng
Ratu Kidul juga terdapat pada sebuah kelenteng yang terletak di bilangan
Pekojan, Jakarta Barat, yaitu di Vihara Kalyana Mitta. Terdapat
kepercayaan bahwa mitos mengenal Nyi Roro Kidul (dalam
hal ini, nama Nyai Roro Kidul hanya menjadi panggilan populer Kanjeng Ratu
Kidul) berasal dari kepercayaan Siwa-Buddha di
Indonesia, yaitu kepercayaan kepada Tara (Bodhisatwa)
1 komentar
Memberikan Permainan Poker Paling Seru dengan Tingkat Kemenangan yang tinggi... Yakin anda susah menang??? coba saja di winning303.. Kemenangan tidak akan jauh dari semangat anda!!
Dapatkan Kemudahan Dengan Deposit Via Pulsa..Bermain Tanpa Ribet...
Proses Cepat dan Aman...
Winning303 juga menyediakan permainan lain dengan 1 ID...
1. Sportsbook
2. Live Casino
3. Slot Online
4. Lottery/Togel
5. Sabung Ayam
DAFTAR
Ayo Langsung bergabung dengan kami...
Customer Service 24 Jam
Hubungi Kami di :
WA: 087785425244
EmoticonEmoticon