Pengertian Lingga Yoni
Pengertian mengenai Lingga-Yoni,
yaitu sebagai lambang alat reproduksi lelaki dan perempuan.Dalam kamus Jawa
Kuna Indonesia mendefinisikan: “Lingga tanda, ciri, isyarat, sifat khas,
bukti keterangn, petunjuk; Lingga, lambang kemaluan lelaki (terutama Lingga
Siwa dibentuk tiang batu), patung dewa, titik tugu pemujaan, titik pusat, pusat
poros, sumbu”. “Yoni rahim, tempat lahir, asal Brahmana, Daitya, dewa,
garbha, padma, naga, raksasa, sarwa, sarwa batha, sudra, siwa, widyadhara dan
ayonia.
Bentuk Yoni yang
ditemukan di Indonesia pada umumnya berdenah bujur sangkar, sekeliling badan
Yoni terdapat pelipit-pelipit, seringkali di bagian tengah badan Yoni terdapat
bidang panil. Pada salah satu sisi yoni terdapat tonjolan dan laubang yang
membentuk cerat. Pada penampang atas Yoni terdapat lubang berbentuk bujur
sangkar yang berfungsi untuk meletakkan lingga. Pada sekeliling bagian atas
yoni terdapat lekukan yang berfungsi untuk menghalangi air agar tidak tumpah
pada waktu dialirkan dari puncak lingga. Dengan demikian air hanya mengalir
keluar melalui cerat. Beberapa ahli mengemukakan bahwa bagian-bagian yoni
secara lengkap
adalah nala (cerat), Jagati, Padma, Kanthi, dan lubang
untuk berdirinya lingga atau arca.
Lingga Yoni
Sebagai Pratima
Seperti yang telah dibahas sebelumnya
pratima merupakan perwujudan-perwujudan, bentuk, arca, personifikasi.
Demikianlah perwujudan itu tidak merupakan bentuk yang sebenarnya(asli) dari
dewa, tetapi sebagai manifestasi dari bentuk dewa, dan itulah sebabnya mereka
yang menghormat langsung kepada dewa(tuhan). Salah satu bentuk
manifestasi dari dewa tersebut salah satunya adalah berupa Lingga Yoni. Lingga
dan Yoni mempunyai suatu arti dalam agama setelah melalui suatu upacara
tertentu. Sistem ritus dan upacara dalam suatu religi berwujud aktivitas dan
tindakan manusia dalam melaksanakan kebaktiannya terhadap Tuhan, dewa-dewa, roh
nenek moyang dalam usahanya untuk berkomunikasi dengan mereka.
Lingga Yoni merupakan
salah satu bentuk ikon Siva yang paling banyak digunakan, ditemukan hampir di
semua mandir Siva. Bentuknya bundar, eliptik, citra aniconic, biasanya
diletakan di atas dasar bundar, atau pitha. Sivalinga adalah simbol paling kuno
paling sederhana dan Siva, khususnya Parasiva, Tuhan di luar semua bentuk dan
sifat-sifat. Pitha merepresentasikan Parashakti, kekuatan Tuhan.
The Oxford Dictionary of World
Religions menambahkan: “Lingga adalah simbol energi generatif. Menyebut ini
sebagai “phallic worship” (pemujaan palus) adalah salah secara
total memahami represenrasi secara miniatur atau bentuk simbolik, menciptakan
dan melepaskan kekuatan dengan mana dia diasosiasikan.”Ada perbedaan sangat
mendasar antara dua definisi pertama dengan dua definisi terakhir. Lingga
sebagai simbol Ayah (Tuhan) dan Yoni sebagai Ibu (pertiwi), sebagai alam
semesta, telah dipuja oleh umat Hindu sejak 3.500 tahun sebelum masehi. Lingga
dan Yoni diwujudkan menjadi tempat suci atau bangunan suci dalam bentuk arca
pelinggih, candi, seperti bangunan Padmasana yang kita kenal sekarang. Ciri
utama yang melekat pada bangunan arsitektur suci “Lingga” atau “Linga” adalah:
1. Wujud
Lingga, bentuk vertikal, ujung oval, umumnya terbuat dan batu andesit sebagai
wujud cahaya Brahman yang transendental untuk menciptakan alam semesta beserta
isinya.
2. Aksara
“OM”(AUM), gema suara Brahman dan simbol kekuatanNya untuk penciptaan.
3. Bangunan
Suci “Yoni” tempat tegaknya “Lingga” untuk menciptakan alam semesta, dengan
kelengkapan kekuatan Bedawangnala (naga, kura-kura) yang didepannya Nandi,
mengawal, menjaga keseimbangan ciptaan Nya.
Dalam Ganapatitattwa
perwujudan batara siwa dilambangkan dengan lingga. Lingga pada hakekatnya
mempunyai arti , peranan dan fungsi yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat lampau, khususnya bagi umat beragama Hindu. Hal ini terbukti
bahwasanya peninggalan lingga sampai saat ini pada umum nya di bali kebanyakan
terdapat di tempat-tempat suci sepeti pura-pura kuno. Bahkan ada juga ditemukan
pada goa-goa yang sampai sekarang masih tetap dihormati dan disucikaan oleh
masyarakat setempat. Lingga berasal dari bahasa sansekerta yang berate tanda,
cirri, isyarat, sifat khas, bukti, keterangan, petunjuk, lambing kemaluan
laki-laki terutama lingga dewa siwa dalam bentuk tiang batu, patung dewa, titik
tuju pemujaan, titik pusat, pusat, poros, sumbu.
Sedangkan pengertian yang
umum di temukan dalam bahasa bali, bahwa lingga di identikan dengan: linggih,
yang artinya tempat duduk, pengertian ini tidak jauh menyimpang dari pandangan
umat beragama hindu di bali, dikatakan bahwa lingga sebagai linggih dewa siwa.
Dalam siva purana salah satu nama siwa Lingadhyaksa(dewa pemimpin Lingga).
Fungsi Lingga Yoni
Beberapa fungsi Lingga dan Yoni adalah sebagai berikut:
1. Sejak
abad ke 8 yaitu Prasasti Canggal telah menyebutkan bahwa seorang raja
mendirikan lingga dan Yoni untuk mengukuhkan kedudukannya. Di Kamboja sendiri
sudah menjadi kebiasaan bagi seorang raja mendirikan lingga untuk mengukuhkan
kedudukannya di atas takhta. Lingga – Yoni demikian, yang sejak Jayawarman II
disebut “Dewaraja”, diberi nama yang menggambarkan perpaduan antara raja yang
mendirikan dengan sang dewa yang menjadi pemujanya (Siwa).Lingga yang didirikan juga untuk memperingati suatu peristiwa
penting, seperti menang dalam perang.
Dari data-data prasasti yang ditemukan, untuk
sementara dapatlah dianggap bahwa di sebuah desa setidak-tidaknya terdapat sebuah
bangunan suci. Tetapi mungkin juga ada desa yang tidak mempunyai bangunan suci.
Di dalam sebuah bangunan suci terdapat arca dewa yang merupakan arca perwujudan
atau wakilnya yang disebut lingga. Arca atau lingga itu berdiri di atas
landasan yang disebut pranala atau yoni.
Petunjuk yang menyebutkan bahwa yoni
ditempatkan di dalam bangunan, didapatkan pada prasasti dari jaman Majapahit,
yaitu prasasti Tuhanaru dari tahun 1323 M, prasasti Bendosari dari tahun 1350
M, dan prasasti Batur yang angka tahunnya sudah hilang. Di dalam
prasasti-prasasti itu yoni disebut pranala, sedangkan yang terletak di atasnya
adalah arca atau lingga. Dalam kenyataannya, baik di Jawa Tengah maupun di Jawa
Timur, banyak ditemukan yoni dalam kaitannya dengan bangunan.
Disamping yang terletak di dalam bangunan, ada
juga yoni yang ditemukan mandiri. Petunjuk tentang itu didapatkan dari prasasti
yang berkenaan dengan penetapan suatu daerah menjadi sima. Mungkin yang
dimaksud dengan yoni di dalam prasasti-prasasti ini adalah sang hyang kulumpan.
Pada waktu upacara penetapan sima, sang hyang kulumpan diletakkan di tengah
lapangan upacara, dikelilingi oleh para pejabat yang hadir dalam peresmian
tersebut, dan berfungsi sebagai tanda sima. Atas dasar kenyataan-kenyataan di
atas, dapat diduga bahwa yoni selalu berhubungan dengan pemukiman. Sehingga
dapat dipakai sebagai petunjuk pemukiman “masa klasik”, dan persebaran yoni
juga merupakan persebaran pemukiman.
Umumnya yoni ditemukan di dalam sebuah
bangunan suci yang disebut candi atau ditemukan bersama sisa bangunan. Di dalam
bangunan ini yoni dipakai sebagai landasan arca atau lingga. Dapat dikemukakan
sebagai contoh misalnya, yoni yang ditemukan di dalam bangunan induk candi
Sambisari. Di candi ini yoni dipakai sebagai landasan sebuah lingga. Lain
halnya dengan yoni yang ditemukan di candi Lara-Jonggrang. Di dalam bangunan
ini yoni berfungsi sebagai landasan arca siwa. Petunjuk tentang adanya yoni
yang ditempatkan di dalam bangunan, terdapat pada prasasti dan kitab
Nagarakertagama dengan istilah pranala.
Dari sumber-sumber sejarah yang berasal dari
jaman Jawa Tengah dan jaman Jawa Timur tentang istilah untuk Yoni, dapat
disimpulkan bahwa Yoni mempunyai dua fungsi utama, yaitu:
1.
Yoni yang berpasangan dengan lingga disebut juga sang hyang kulumpan
dengan sang hyang susuk yang dipuja pada waktu penetapan sima, dan bahkan
sebagai pusatnya, dan
2.
Yoni yang berpasangan dengan lingga atau arca perwujudan disebut
juga pranala yang dipuja di dalam bangunan, berfungsi sebagai tempat untuk
meletakkan lingga atau arca perwujudan.
Pada
jaman Budhisme dan jaman Jain terjadi bersamaan. Terdapat dengaruh luas Budha
Mahayana di beberapa wilayah di india, Cina dan Tibet. Dikala itu, muzhab Budha
Mahayana pecah menjadi dua aliran yang keduanya memeluk kebudayaan Tantra.
Shiwa dari Pasca-Shiwa Tantra di terima oleh Budha Tantra dan pengikut-pengikut
kelompok kedu ini lebih memilih untuk memuja Siwa-Lingga dari pada memuja
Patung Shiwa.
Makna Lingga Yoni
Dalam Lingga Purana di jelaskan makna lingga adalah symbol Dewa Siwa(Siwa
Lingga). Seperti filosofis yang terkandung di dalamnya. Semua wujud diresapi
oleh Dewa Siwa dan setiap wujud adalah lingga dan Dewa Siwa dalam hal ini
sebagai symbol pemujaan terhadap Tuhan itu sendiri yang diyakini sebagai Sang
Pencipta. Kemudian di dalam Siwarti kalpa di sebutkan lingga merupakan symbol
siwa yang di puja untuk memuja siwa. Kitab Siwa Purana dan Siwaratri Kalpa
karya Empu Tanakung ini semakin memperkuat pemujaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dalam perwujudan sebagai Siwa. Dapat di tambahkan seorang intelektual Hindu
Swami Harshananda pada Sri Ramakrisnha Ashrama menyebutkan Lingga dan Yoni
sebagai Simbol Tuhan God dan umat Hindu yang universal: secara literal Siva
artinya keberuntungan dan Lingga artinya satu tanda atau satu symbol. Dari sini
Sivalingga adalah satu symbol Tuhan yang agung dan semesta yang sepenuhnya
adalah keberuntungan. Siva juga berate Yang Esa yang di dalamnya seluruh ciptan
istirahat setelah mahapralaya. Lingga juga berati hal sama dimana
obyek-obyek ciptaan dipralina selama disintegrasi dan semesta ciptaan,
memelihara dan menarik alam semesta ke dalam dirinya. Maka sivalingga
merepresentasikan bahwa Tuhan sendiri secara simbolik. Ada juga di
sebutkan bahwa Lingga lambing api, sebagai lambing dari kekuatan atau
kekuasaan, sedangkan Yoni merupakan lambangkan bumi keduanya itu saling bertolak
belakang, namun bila keduanya bersatu akan melahirkan kekuatan atau energi,
itulah makna pertemuan antara lingga dan yoni.
EmoticonEmoticon