Sejarah
Hari Raya Nyepi adalah sebuah hari raya memperingati
pergantian tahun Saka (Isakawarsa) yang dirayakan setiap tahun sekali dan jatuh
sehari setelah tileming kesanga di tanggal 1 sasih kedasa. Hari raya pergantian
tahun Saka mulai diresmikan pada penobatan raja Kaniskha dan dinasti Kushana
pada tahun 78 Masehi.Dulu Negeri India dan wilayah sekitarnya digambarkan
selalu mengalami krisis dan konflik sosial berkepanjangan. Pertikaian antar
suku-suku bangsa, al. (Suku Saka, Pahiava, Yueh Chi, Yavana dan Malaya) menang
dan kalah silih berganti. Gelombang perebutan kekuasaan antar suku menyebabkan
terombang-ambingnya kehidupan beragama itu. Pola pembinaan kehidupan beragama
menjadi beragam, baik karena kepengikutan umat terhadap kelompok-kelompok suku
bangsa, maupun karena adanya penafsiran yang saling berbeda terhadap ajaran
yang diyakini.Dan pertikaian yang panjang pada akhirnya suku Saka menjadi
pemenang dibawah pimpinan Raja Kaniskha I yang dinobatkan menjadi Raja dan
turunan Saka tanggal 1 (satu hari sesudah tilem) bulan 1 (caitramasa) tahun 01
Saka, pada bulan Maret tahun 78 masehi(Drs. I Gusti Made Ngurah, M.Si., IHDN –
Denpasar WHD No. 495 Maret 2008). Dari peristiwa tersebut dapat ditarik
kesimpulan bahwa pergantian tarikh Saka adalah hari keberhasilan kepemimpinan
Raja Kaniskha I menyatukan bangsa yang tadinya bertikai dengan paham keagamaan
yang saling berbeda . Sejak tahun 78 Masehi itulah ditetapkan adanya tarikh
atau perhitungan tahun Saka, yang satu tahunnya juga sama-sama memiliki 12
bulan dan bulan pertamanya disebut Caitramasa, bersamaan dengan bulan Maret
tarikh Masehi dan Sasih Kesanga dalam tarikh Jawa dan Bali di Indonesia.
Menurut Negarakertagama, di jaman Majapahit pergantian tahun Saka ini dirayakan
secara besar-besaran.
Peringatan Tahun Baru Saka yang dimaknai sebagai hari
kebangkitan, hari pembaharuan, hari kebersamaan (persatuan dan kesatuan), hari
toleransi, hari kedamaian sekaligus hari kerukunan nasional ini disebarluaskan
ke seluruh daratan India dan Asia lainnya sampai akhirnya ke Indonesia. Ini
ditandai dengan Kehadiran Sang Pendeta Saka bergelar Aji Saka tiba di Jawa di
Desa Waru Rembang Jawa Tengah tahun 456 Masehi, dimana pengaruh Hindu di
Nusantara saat itu telah berumur 4,5 abad. Dinyatakan Sang Aji Saka telah
berhasil mensosialisasikan peringatan pergantian tahun saka di Indonesia.
Makna dan Tujuan
Nyepi berasal dari kata sepi (sunyi,senyap), berbeda dengan
perayaan Tahun Baru Masehi yang biasanya dirayakan dengan gegap gempita. Nyepi
justru dirayakan dengan cara meniadakan aktifitas yang biasanya dilakukan
sehari-hari. Tujuan Nyepi adalah memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar alam
semesta untuk menyucikan Buwana Alit (alam manusia / microcosmos) dan Buwana
Agung/macrocosmos (alam semesta). Saat hari raya Nyepi juga umat Hindu mengadakan
mawas diri, menyatukan pikiran, serta menyatukan cipta, rasa, dan karsa, menuju
penemuan hakikat keberadaan diri kita dan inti sari kehidupan semesta.
Kegiatan
Terdapat 4 kegiatan sebelum dan sesudah Nyepi yang merupakan
rangkaian kegiatan upacara Nyepi. Banyak yang bertanya-tanya apakah arti dari
orang-orang yang ramai ke pantai, atau apakah arti dari ogoh-ogoh, dan apakah
kegiatan yang dilaksanakan selama Nyepi, ini dia penjelasannya.
- Melasti : Melasti disebut juga melis atau mekiyis bertujuan untuk melebur segala macam kekotoran pikiran, perkataan dan perbuatan, serta memperoleh air suci (angemet tirta amerta) untuk kehidupan yang pelaksanaannya dapat dilakukan di laut, danau, dan pada sumber/ mata air yang disucikan. Bagi pura yang memiliki pratima atau pralingga seyogyanya mengusungnya ke tempat tersebut di atas. Pelaksanaan secara ini dapat dilakukan beberapa hari sebelum tawur.
- Tawur : Upacara tawur bertujuan untuk menyucikan dan mengembalikan keseimbangan bhuwana agung dan bhuwana alit baik sekala maupun niskala. Upacara ini dilakukan pada sandikala (pagi, tengah hari, sore). Tilem Caitra, sehari sebelum hari raya Nyepi. Ogoh-ogoh bukanlah merupakan ritual dalam rangkaian kegiatan Nyepi melainkan sebuah budaya yang muncul di kalangan umat Hindu Bali. Ogoh-ogoh merupakan simbol bhuta kala yang merupakan sumber kekuatan negatif meliputi keserakahan, keangkaramurkaan, dan berbagai sifat jelek lainnya di muka bumi. Setelah diarak, Ogoh-ogoh akan dibakar sebagai pertanda melenyapkan segala unsur negatif di Dunia untuk menyambut Tahun Baru yang lebih suci. Ada satu ritual pada kegiatan Tawur yaitu membuat suara berisik lalu mengelilingi rumah kita untuk mengusir bhuta kala agar tidak mengganggu dan memberi efek negatif pada keluarga. Biasanya saya akan menabuh-nabuh panci, gorengan, dan segala benda berbunyi keras lainnya sambil mengibaskan janur kering yang berisikan api. Ogoh-ogoh kadang juga menjadi ajang pembuktian kreatifitas masyarakat Bali dalam berseni karena setiap banjar (satuan desa di Bali) saling menunjukkan karya ogoh-ogoh terbaiknya, walaupun akhirnya akan dibakar. Memang sayang kreatifitas sebagus ogoh-ogoh dibakar,tetapi konon katanya ogoh-ogoh harus dibakar (terutama kepalanya) agar nantinya tidak hidup karena dipercayai ogoh-ogoh itu “berisi” jiwa, kalau dalam istilah Hindu memiliki “Taksu”. Paman jauh saya yang tinggal di Bandung pernah membuat ogoh-ogoh bersama umat Hindu setempat dan tidak membakar ogoh-ogoh ini, alhasil beberapa dari mereka “diteror” oleh ogoh-ogoh. Bagaimana cara menerornya saya juga kurang tahu namun semenjak kejadian itu umat Hindu Bandung Raya tidak pernah membuat ogoh-ogoh lagi, ada ada saja. Ogoh-ogoh adalah salah satu Kebudayaan yang sangat menarik untuk dijaga karena perayaan Tahun Baru Saka dengan ogoh-ogoh hanya ada di Bali. Dan sayapun sangat holic dengan Ogoh-ogoh sampai-sampai waktu kecil ngefans banget dengan lagu “Ogoh-ogoh” yang dinyanyikan oleh seorang penyanyi Bali.
- Hari raya Nyepi : Sesuai dengan hakekat hari raya Nyepi maka umat Hindu wajib melaksanakan catur brata nyepi meliputi :Amati Geni, tidak menyalakan api serta tidak mengobarkan hawa nafsu Amati karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani. Amati lelungaan, yaitu tidak bepergian melainkan melakukan mawas diri. Amati lelanguan, yaitu tidak mengobarkan kesenangan melainkan melakukan pemusatan pikiran terhadap Ida Sanghyang Widhi.Seorang sahabat non-Hindu memiliki pertanyaan yang sangat menarik yaitu “Apakah umat Hindu harus melaksanakan keempat pantangan ini”. Jawabannya adalah “harusnya iya”, lho kok? Keempat hal di atas memang sangat tergantung pada iman masing-masing umat. Jika boleh jujur, terkadang makna Nyepi malah mengalami pergeseran seperti melakukan perjudian saat hari raya Nyepi, makan besar-besaran, mabuk-mabukan, dan melakukan berbagai aktifitas lainnya pada hari raya Nyepi. Budaya seperti ini tentu harus dihilangkan karena sangat melecehkan hari raya Nyepi, apalagi dilakukan di Bali dan oleh umat Hindu sendiri. Jadi sekali lagi mungkin saya harus mengatakan pelaksanaan Catur Brata Penyepian sangat tergantung pada keimanan umat masing-masing.
- Ngembak Geni : Hari Ngembak Geni jatuh sehari setelah Hari Raya Nyepi sebagai hari berakhirnya brata Nyepi.Hari ini dapat dipergunakan melaksanakan dharma sant(silaturahmi) baik di lingkungan keluarga maupun masyarakat. Nyepi pernah ingin diangkat oleh Dunia menjadi World Silent Day karena hari sejenis Nyepi bisa menjadi hari untuk mengistirahatkan Bumi sejenak yang tentunya bisa menjadi sebuah penghematan energi besar-besaran juga memperlambat terjadinya Global Warming. Tetapi entahlah bagaimana nasib ide itu sekarang, yang saya tahu World Silent Day memang berjalan namun hanya mematikan listrik selama 4 jam, itupun banyak yang tidak melaksanakannya. Tahun ini saya bersyukur memiliki kesempatan merayakan hari raya Nyepi di Bali, yang padahal saya lebih ngebet merayakannya di Jakarta karena ingin melihat kreasi Ogoh-ogoh di Monas. Memang jika ditelusuri rangkaian kegiatan Nyepi sudah menjadi bagian dari Agama dan Budaya umat Hindu di Bali dan sepatutnyalah tetap dilestarikan warga Bali. Dengan semangat Nyepi mudah-mudahan kehidupan di Indonesia menjadi lebih tenteram, aman, dan saling bertoleransi antar umat.
EmoticonEmoticon