Autisme adalah kelainan perkembangan sistem
saraf pada seseorang yang kebanyakan diakibatkan oleh faktor hereditas
dan kadang-kadang telah dapat dideteksi sejak bayi berusia 6 bulan. Deteksi dan
terapi sedini mungkin akan menjadikan si penderita lebih dapat menyesuaikan
dirinya dengan yang normal. Kadang-kadang terapi harus dilakukan seumur hidup,
walaupun demikian penderita Autisme yang cukup cerdas, setelah mendapat terapi
Autisme sedini mungkin, seringkali dapat mengikuti Sekolah Umum, menjadi
Sarjana dan dapat bekerja memenuhi standar yang dibutuhkan, tetapi pemahaman
dari rekan selama bersekolah dan rekan sekerja seringkali dibutuhkan, misalnya
tidak menyahut atau tidak memandang mata si pembicara, ketika diajak berbicara.
Karakteristik yang menonjol pada seseorang yang mengidap kelainan ini adalah kesulitan
membina hubungan sosial, berkomunikasi secara normal maupun memahami emosi serta perasaan orang
lain. Autisme merupakan salah satu gangguan perkembangan yang merupakan bagian
dari gangguan spektrum autisme atau Autism
Spectrum Disorders (ASD) dan juga merupakan salah satu dari lima jenis
gangguan dibawah payung Gangguan
Perkembangan Pervasif atau Pervasive Development Disorder (PDD).
Autisme bukanlah penyakit kejiwaan karena ia merupakan suatu
gangguan yang terjadi pada otak sehingga menyebabkan otak tersebut tidak dapat
berfungsi selayaknya otak normal dan hal ini termanifestasi pada perilaku
penyandang autisme. Autisme adalah yang
terberat di antara PDD.
Gejala-gejala autisme dapat muncul pada anak mulai dari usia
tiga puluh bulan sejak kelahiran hingga usia maksimal tiga tahun. Penderita
autisme juga dapat mengalami masalah dalam belajar, komunikasi,
dan bahasa.
Seseorang dikatakan menderita autisme apabila mengalami satu atau lebih dari
karakteristik berikut: kesulitan dalam berinteraksi sosial secara kualitatif,
kesulitan dalam berkomunikasi secara kualitatif, menunjukkan perilaku yang
repetitif, dan mengalami perkembangan yang terlambat atau tidak normal.
Di Amerika
Serikat, kelainan autisme empat kali lebih sering ditemukan pada anak
lelaki dibandingkan anak perempuan dan lebih sering banyak diderita anak-anak
keturunan Eropa Amerika dibandingkan
yang lainnya. Di Indonesia, pada tahun 2013 diperkirakan
terdapat lebih dari 112.000 anak yang menderita autisme dalam usia 5-19 tahun. Sedangkan
prevalensi penyandang autisme di seluruh dunia menurut data UNESCO pada
tahun 2011 adalah
6 di antara 1000 orang mengidap autisme.
Gejala
Secara historis, para ahli dan peneliti dalam bidang autisme
mengalami kesulitan dalam menentukan seseorang sebagai penyandang autisme atau
tidak. Pada awalnya, diagnosa disandarkan pada ada atau tidaknya gejala namun
saat ini para ahli setuju bahwa autisme lebih merupakan sebuah kontinuum. Gejala-gejala autisme
dapat dilihat apabila seorang anak memiliki kelemahan di tiga domain tertentu,
yaitu sosial, komunikasi,
dan tingkah laku yang berulang.
Aarons dan Gittents (1992) merekomendasikan adanya suatu
pendekatan deskriptif dalam mendiagnosa autisme sehingga menyertakan
pengamatan-pengamatan yang menyeluruh di setting-setting sosial anak sendiri.
Settingya mungkin di sekolah, di taman-taman bermain atau mungkin di rumah
sebagai lingkungan sehari-hari anak dimana hambatan maupun kesulitan mereka
tampak jelas di antara teman-teman sebaya mereka yang normal.
Persoalan lain yang memengaruhi keakuratan suatu diagnosa
seringkali juga muncul dari adanya fakta bahwa perilaku-perilaku yang
bermasalah merupakan atribut dari pola asuh yang kurang
tepat. Perilaku-perilaku tersebut mungkin saja merupakan hasil dari dinamika
keluarga yang negatif dan bukan sebagai gejala dari adanya gangguan. Adanya
interpretasi yang salah dalam memaknai penyebab mengapa anak menunjukkan
persoalan-persoalan perilaku mampu menimbulkan perasaan-perasaan negatif para
orang tua. Pertanyaan selanjutnya kemudian adalah apa yang dapat dilakukan agar
diagnosa semakin akurat dan konsisten sehingga autisme sungguh-sungguh terpisah
dengan kondisi-kondisi yang semakin memperburuk? Perlu adanya sebuah model
diagnosa yang menyertakan keseluruhan hidup anak dan mengevaluasi
hambatan-hambatan dan kesulitan anak sebagaimana juga terhadap
kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan anak sendiri. Mungkin tepat bila
kemudian disarankan agar para profesional di bidang autisme juga
mempertimbangkan keseluruhan area, misalnya: perkembangan awal anak, penampilan
anak, mobilitas anak, kontrol dan perhatian anak, fungsi-fungsi sensorisnya,
kemampuan bermain, perkembangan konsep-konsep dasar, kemampuan yang bersifat
sikuen, kemampuan musikal, dan lain sebagainya yang menjadi keseluruhan diri
anak sendiri.
Penyebab
Hingga kini apa yang menyebabkan seseorang dapat menderita
autisme belum diketahui secara pasti. Riset-riset yang dilakukan oleh para ahli medis menghasilkan
beberapa hipotesa mengenai
penyebab autisme. Dua hal yang diyakini sebagai pemicu autisme adalah faktor genetik atau
keturunan dan faktor lingkungan seperti pengaruh zat kimiawi ataupun vaksin.
Faktor genetik
Faktor genetik diyakini memiliki peranan yang besar bagi
penyandang autisme walaupun tidak diyakini sepenuhnya bahwa autisme hanya dapat
disebabkan oleh gen dari
keluarga.Riset yang
dilakukan terhadap anak autistik menunjukkan bahwa kemungkinan dua anak
kembar identik mengalami autisme adalah 60 hingga 95 persen sedangkan
kemungkinan untuk dua saudara kandung mengalami autisme hanyalah 2,5 hingga 8,5
persen.Hal ini diinterpretasikan sebagai peranan besar gen sebagai penyebab
autisme sebab anak kembar identik memiliki gen yang 100% sama sedangkan saudara
kandung hanya memiliki gen yang 50% sama.
Faktor lingkungan
Ada dugaan bahwa autisme disebabkan oleh vaksin MMR yang
rutin diberikan kepada anak-anak di usia dimana gejala-gejala autisme mulai
terlihat.Kekhawatiran ini disebabkan karena zat kimia bernama thimerosal yang digunakan
untuk mengawetkan vaksin tersebut mengandung merkuri. Unsur
merkuri inilah yang selama ini dianggap berpotensi menyebabkan autisme pada
anak. Namun, tidak ada bukti kuat yang mendukung bahwa autisme disebabkan oleh
pemberian vaksin. Penggunaan thimerosal dalam pengawetan vaksin telah
diberhentikan namun angka autisme pada anak semakin tinggi.
EmoticonEmoticon