I GUSTI AGUNG PASEK GELGEL
MENJADI RAJA
Karena para arya tidak bisa mengendalikan jalannya roda
pemerintahan di Bali, yang penduduknya mayoritas orang Bali Aga, sehingga Bali
dalam Kondisi yang labil. Atas prakarsa Ki Patih Ulung, lalu dikirimlah
perutusan dari Bali menghadap Raja. Perutusan itu langsung dipimpin oleh Ki
patih Ulung yang anggotanya terdiri dari sanak saudaranya yaitu I Gusti
Pangeran Pasek Tohjiwa, I Gusti Pasek Padang Subrada, I Gusti Bendesa, I Gusti
Agung Pasek Gelgel, dan lain-lainnya. Setelah pembicaraan yang dilakukan oleh perutusan
dari Bali dengan Majapahit, akhirnya menyerahkan kekuasaan pulau Bali kepada
sanak saudara Ki Patih Ulung, sebelum Majapahit mengangkat seorang Adhipati
untuk Bali, selama itulah Ki Patih Ulung Berkuasa.
Setelah perutusan itu tiba di Bali segeralah diadakan Rapat
besar antara sanak saudara Ki Patih Ulung dengan tokoh – tokoh Bali Aga. Di
dalam rapat tersebut di sepakati secara bulat mengangkat I Gusti Agung
Pasek Gelgel sebagai pemimpin Bali, sebab itu pada tahun Çaka 1265 (tahun
1343 M) I Gusti Agung Pasek Gelgel di nobatkan menjadi Raja di Bali
berkedudukan di Gelgel dan berkelar Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel. Dengan
diangkatnya I Gusti Agung Pasek Gelgel menjadi Raja keadaan Bali berangsur –
angsur menjadi membaik, persatuan dan kesatuan tampak mulai muncul kembali
sehingga pemerintahan dapat dijalankan kembali, walaupun di sana sini masih
perlu dibenahi, demi kesejahteraan Rakyar Bali. Di dalam menjalankan tugasnya
selaku pemimpin di Bali. Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel disamping di bantu oleh
sanak saudaranya, juga dibantu oleh tokoh – tokoh Bali Aga serta memperoleh
simpati dari Para Arya yang berasal dari Majapahit.
Setelah beberapa tahun Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel
bertahta sebagai Raja di Bali. Ki Patih Ulung bersama sanak saudaranya kembali
ke Majapahit untuk memperoleh informasi apakah Raja majapahit akan menetapkan
seorang adhipati untuk daerah Bali. Mengenai hal itu Maha Patih Hamengkubhumi
Kryan Gajah Mada di isyaratkan akan menetapakan seorang adhipati dalam waktu
dekat. Kemudian pada purnama sasih kapat tahun Çaka 1272 (Bulan Oktober 1350)
Raja majapahit secara terpusat di Majapahit melantik 6 orang adhipati yaitu,
Çri Juru untuk Belambangan, Çri Bhima Çakti untuk Pesuruan, Arya Kuda
Panolin alias Kuda Pengasih untuk Madura, Arya Dhamar untuk Palembang, Çri
Kepakisat (seorang perempuan) untuk Sumbawa, Çri Kresna Kepakisan untuk
Bali. Çri Kresna Kepakisan adalah seorang putra bungsu dari Çri Soma
Kepakisan. Dengan diangkatnya Çri Kresna Kepakisan maka pucuk kepemimpinan
Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel berpindah tangan kepada Çri Kresna Kepakisan,
dengan demikian berakhirlah masa jabatan Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel sebagai
pemimpin di Bali selam 7 tahun. Adhipati Çri Kresna Kepakisan berkedudukan di
Sampelangan, daerah Gianyar, dan dipilihnya desa Sampelangan atas petunjuk dari
Maha Patih Hamengkubhumi Kryan Gajah Mada, karena di desa tersebut pasukan
Majapahit dikonsentrasikan untuk menyerang Ibu Kota Kerajaan Bali pada tahun
Çaka 1265 (tahun 1343 M).
Adhipati Çri Kresna Kepakisan lebih dikenal dengan sebutan
Dalem Sampelangan. Pemerintahan beliau menganut system kepemerintahan di
Majapahit serta beliau kurang memahami apresiasi rakyat Bali, keberadaan tempat
suci orang Bali Aga tidak dapat perhatian dan diabaikan. Sikap inilah yang sangat
menyinggung perasaan orang Bali Aga, pemerintahan beliau dijauhi. Lama kelamaan
rasa tersinggung ini meningkat menjadi rasa anti pati, yang puncaknya orang
Bali Aga tidak mau mengakui pemerintahan Adhipati Sampelangan. Mereka lalu
melakukan pemeberontakan dengan mengangkat senjata. Pemeberontakan ini diawali
dari Desa Tampurhyang Batur sebagai pusat pemerintahan orang-orang Bali Aga
yang dipimpin oleh Kyayi Kayuselem, kemudian diikuti oleh desa Batur, Terunyan,
Abang, Buahan, Kedisan, Cempaga, Pinggan, Peladu, Kintamani, Serai, Manikliyu,
Bonyoh, Sukawana, Taro dan Bayad. Kemudian pemeberontakan ini mendapat simpati
dari desa-desa timur bali yaitu, Culik, Tista, Basangalas, Got, Margatiga,
Sekulkuning, Garinten, Lokasrana, Puhan Bulkan, Sinanten, Tulamben, Batudawa,
Muntig, Juntal, Carutcut, Bantas, Kuthabayem, Watuwayang, Kedampal, dan Hasti,
serta desa-desa lainnya sehingga jumlahnya adalah tidak kurang dari 39
desa.
Kemudian Adhipati Sampelangan mencoba memadamkan
pemberontakan ini dengan cara mengerahkan pasukan yang berasal dari Majapahit,
namun usaha tersebut gagal, hal itu menyebabkan beliau putus asa, sebab itu
beliau berniat meletakkna jabatan dan kembali ke Majapahit. Namun sebelum
mengambil keputusan, beliau melaporkan situasi ini ke Majapahit, melalui utusan
itu Adhipati Sampelangan menyampaikan niat untuk meletakkan jabatannya. Raja
Majapahit di damping oleh Maha patih Gajah Mada menerima utusan itu dengan
baik, tetapi menolak niat Adhipati sampelangan untuk mengundurkan diri dan
tetap menduduki jabatannya. Tatkala itu Maha Patih gajah Mada mengatakan
“samapai dimana kekuatan orang-orang Bali Aga yang pernah dikalahkan dulu”.
Melalui utusan yang dikirimkan oleh Adhipati Samplangan ke
Majapahit, Raja Majapahit menganugrahkan Adhipati Sampelangan seperangkat
pakaina kebesaran, pending emas, keris Ki Ganja Dungkul dan satu keropak lontar
yang memuat Sasananing Nithi Praja (Pedoman Kepemimpinan terhadap
rakyat). Sedangkan Maha Patih Gajah Mada mengirimkan sepucuk surat untuk
adhipati Sampelangan, yang berisi petunjuk untuk mengadakan konsultasi dan
kerjasama dengan Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel dan sanak saudarannya. Menurut
Patih Gajah Mada, orang-orang bali Aga masih mengagap Kyayi Gusti Agung Pasek
Gelgel dan sanak saudaranya adalah pemimpin mereka yang disegani dan dihormati.
Apabila strategi ini dijalankan, gajah Mada yakin orang-orang Bali Aga akan mau
tuntuk dengan pimpinan adhipati.
Adhipati Sampelangan sangat senang menerima angurah yang
diberikan oleh Raja Majapahit dan sepucuk surat yang diberikan oleh Maha Patih
Gajah Mada. Beliau segera mengadakan rapat. Disamping para mantra dan pejabat
lainnya, di dalam pesauan itu hadir juga Ki Patih Ulung bersama Kyayi Gusti
Agung Pasek Gelgel, Igusti Pangeran Pasek Tohjiwa, Igusti Pasek Padang Subrada,
I Gusti Bendesa dan sanak saudara lainnya. Dalam rapat tersebut adhipati
mengutus seorang untuk pergi ke Tampurhyang untuk melakukan perdamaian dan
beliau menujuk Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel untuk pergi ke Tampurhyang,
mengiat orang-orang Bali Aga sangat menghormati dan disegani oleh orang-orang
bali Aga dibantu oleh I Gusti Panegran Pasek Tohjiwa.
Ketika utusan tersebut sampai disana, pada saat itu sedang
diadakan rapat yang dihadiri utusan dari desa Tenganan Pegringsingan, Seraya,
Kuthabayem, Sidatapa, Jimbaranagunung, Padawa, Sukawana, Taro, dan lainnya,
tampak juga di dalam rapat tersebut tokoh-tokoh Bali Aga diantaranya Ki
Taruhulu, Ki Kayuselem, Ki Wreska, Ki Tarunyan, Ki Badengan, Ki Kayutangi, Ki
Celagigentong, Ki Tarum, Ki Panarajon, Ki Kayuputih, Ki Pasek Sukalwih, dan
lainnya. Ketika sedang asyiknya mereka berdialaog, datanglah Kyayi Gusti Agung
pasek Gelgel bersama I Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa. Mereka diterima dengan
baik oleh peserta Rapat terutama Kyayi kayuselem. Mereka mengenal betul Kyayi
Gusti Agung pasek Gelgel adalah seorang Raja dulunya.
Di pesamuan itu Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel menjelaskan
tujuannya ke pada peserta rapat, dan peserta rapat setuju tidak aka
memperpanjang persoalan kedua belah pihak lagi jika itu adalah perintah dari
Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel, tetapi Kyayi Kayuselem memohon kepada Kyayi
Gusti Agung Pasek Gelgel untuk tidak mengabaikan tempat pemujan rakyat Bali
terutama Kayangan Tiga, Sad Khayangan, terutama Pura Besakih. Setelah masalah
tersebut selesai, Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel mengutus salah seorang untuk
melaporkan bahwa orang-orang bali aga telah menghentikan pemberontakan,
sedangakan Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel, I Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa
beserta rombongannya tetap tinggal di Tampurhyang Batur, peristiwa itu terjadi
pada tahun Çaka 1274 (tahun 1352 M). kemudian kurang lebih 3 tahun berlalu,
pada tahun Çaka 1277 (tahun 1355 M) Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel bersama I
Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa kembali ke Sampelangan. Ketika itu turut pula beberapa
orang pipmpinan orang-orang bali aga, diantaranya Kyayi Kayuselem, Ki Pasek
Bali dan lainnya. Sesampai di Sampelangan mereka diterima dengan baik oleh
Adhipati. Setelah itu mereka menyampaikan telah mengehentikan pemeberonyakan
yang dialkuakn dan memohon untuk tidak mengabaiakn tempat pemujaan orang-orang
Bali, dan adhipati berjani tidaka akan mengabaikan tempat-tempat pemujaan dan
akan merubah segala kekeliruan yang telah beliau lakukan. Kemudian Kyayi Gusti
Agung Pasek Gelgel kembali ke Gelgel dan I Gusti Pangeran Pasek Tohjiwa kembali
ke Desa Kejiwa. Atas kesuksesan Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel dan sanak
saudaranya, itu membuktikan bahwa Kyayi Gusti Agung Pasek Gelgel masih memiliki
pengaruh yang sangat kuat dan masih sangat disegani serta dihormati oleh
orang-orang Bali Aga, walaupun beliau tidak lagi menduduki jabatan sebagai
Raja.
EmoticonEmoticon