Pura Tirta Empul adalah
pura Hindu yang terletak di Pulau Bali, Indonesia,
tepatnya di Desa Manukaya Kecamatan Tampaksiring,
Kabupaten Gianyar, yang terkenal dengan air sucinya di mana orang
Hindu Bali melakukan Persembahyangan dan penyucian. Para umat Hindu yang datang melkukan penyucian diri dengan mandi di air pancuran di pura ini atau sering disebut dengan melukat. Melukat artinya adalah melakukan pembersihan secara Rohani maupun jasmani dengan media air yang telah di sucikan. Para wisatawan asing maupun domestik di ijinkan untuk melukat di tempat ini tetapi harus menggunakan ikat pinggang kain berwarna kuning/ senteng dalam bahasa bali yang sudah disediakan oleh pengurus pura. khusus untuk wanita yang sedang menstruasi tidak diperkenankan untuk masuk dipura ini. Pura ini juga merupakan tempat bersejarah karena di sebelah bangunan di bagian pura ini salah satunya didirikan istana kepresidenan yang di bangun
pada masa pemerintahan Presiden Soekarno Indonesia.
Sejarah Di Bangunya Pura Tirta Empul
Di Ceritakan Pada
zaman dahulu kala, tersebutlah seorang raja yang gagah perkasa dan tak
tertandingi di daerah bali. Raja ini bernama Mayadanawa seorang raja di bali
berketuruanan Daitya (raksasa) anak dari seorang Dewi Danu Batur. Raja ini
terkenal dengan kesaktiannya yang sangat luar biasa, ia mampu merubah dirinya
menjadi bentuk apapun yang ia kehendaki seperti menjadi kambing, ayam, pohon,
batu dan yang lainnya. Dengan kesaktiannya tersebut, ia mampu menaklukan
daerah-daerah seperti daerah makasar, sumbawa, bugis, lombok dan blambangan.
Karena kesaktian dan tahta yang ia dapatkan, Mayadanawa menjadi sangat angkuh
dan sombong. Bahkan ia melarang penduduk-penduduk di bali untuk menyembah tuhan
dengan segala manifestasinya, karena ia merasa tak ada yang paling kuat selain
dirinya maka ia menyuruh para penduduk untuk menyembah dirinya saja. Dengan
wewenang itu, para rakyat menjadi sangat tertekan, namun mereka tak berdaya
untuk dapat mengalahan raja mayadanawa tersebut. Semenjak saat itu rakyat
menjadi sangat sengsara, tanaman para penduduk menjadi rusak dan banyak wabah
penyakit timbul dimana-mana. Melihat hal tersebut, seorang Mpu bernama Mpu Kul
Putih memutuskan untuk melakukan samadhi di pura besakih untuk meminta petunjuk
dari tuhan. Setelah lama beliau melakukan samadhi, akhirnya ia mendapat sebuah
wahyu yang menuntunnya untuk pergi ke india mencari bantuan. Alhasil datanglah bantuan dari sorga yang dipimpin oleh Bhatara
Indra beserta para pasukan terkuatnya. Bhatara Indra kemudian mengutus salah
satu pasukannya yakni Bagawan Naradha untuk menjadi mata-mata dan masuk ke
keraton raja Mayadanawa. Setelah lama mendapatkan informasi dari raja
mayadanawa akhirnya Raja Mayadanawa mengetahui bahwa kerajaannya telah
terancam. Maka Raja Mayadanawa menyiapkan banyak pasukan untuk menyerang
pasukan Bhatara Indra.Pertempuran dahsyat pun tak terelakkan, Namun dengan
pasukan Bhatara Indra tetap unggul. Pasukan Mayadanawa dibuat kalang kabut oeh
pasukan Bhatara Indra namun karena hari sudah menjelang malam akhirnya
pertempuran itupun dihentikan. Melihat pasukannya kalah telak, Mayadanawa pun
bertindak licik untuk mengalahkan pasukan Bhatara Indra.Pada larut malam,
Mayadanawa membuat sebuah mata air beracun yang dibuat di dekat tempat
peristirahatan para pasukan Bhatara Indra. Agar niat liciknya tidak diketahui
oleh para pasukan Bhatara Indra, Mayadanawa berjalan mengendap-endap sambil
memiringkan telapak kakinya untuk berjalan. Sejak
saat itulah tempat itu diberi nama Tampaksiring. Pada keesokan harinya, para
pasukan Bhatara Indra banyak yang jatuh sakit setelah meminum mata air beracun
itu. Melihat kejadian itu, Bhatara Indra kemudian membuat mata air lainnya
untuk menyembuhkan para pasukannya. Mata air suci inilah yang kemudian disebut
sebagai Mata Air Tirta Empul. Dengan meminum
mata air tirta empul itu, para pasukan Bhatara Indra kembali sembuh. Pengejaran
Mayadanawa pun dilanjutkan. Mengetahui hal itu, Mayadanawa sempat ingin
bersembunyi dengan merubah dirinya menjadi bermacam-macam bentuk namun Bhatara
Indra tetap mengetahuinya. Pada akhirnya, Mayadanawa merubah dirinya menjadi
Batu Paras, diketahuiah oleh Bhatara Indra kemudian dipanah batu paras tersebut
dan pada akhirnya Raja Mayadanawa menemui ajalnya.Kematian mayadanawa itu
kemudian di peringati oleh masyarakat hindu di bali sebagai peringatan hari
raya galungan, yang mengandung makna “Kemenangan Darma melawan Adarma”. Itulah
sejarah pura tirta empul yang sekarang kita kenal sebagai pura tempat pelukatan
atau tempat penyucian diri bagi umat hindu di bali.
Di bagian dalam Pura ini terdapat Utama Mandala yaitu Tempat pemujaan/pelinggigih dalam bahasa bali khusus untuk umat Hindu untuk melakukan persembahyangan memohon Perlindungan dan keselamatan pada Tuhan Yang Maha Esa.
EmoticonEmoticon